HUKUM MAKAN BEKECOT,KEPITING DAN
TUTUT
JAKARTA (Arrahmah.com) - Dalam pembahasan hukum halal dan haram,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyoroti hewan bekicot yang
tengah digandrungi menjadi santapan di beberapa restoran. Bahkan menjadi
menu favorit. Melalui Komisi Fatwanya, MUI sudah memutuskan bahwa
mengkonsumsi bekicot sebagai makanan hukumnya haram.
“Hukum memakan bekicot
adalah haram,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam saat berbincang,
Rabu (20/3/2013) seperti dilansir detikcom.
Menurut doktor hukum Islam ini,
selain memakan, mengelola dan membudidayakan untuk konsumsi juga tidak boleh. “Demikian
juga haram membudidayakan dan memanfatkannya untuk kepentingan konsumsi,”
tambah Niam.
Niam menjelaskan,
bekicot merupakan salah satu jenis hewan yang masuk kategori hasyarat.
Nah sesuai ajaran Islam, hukum memakan hasyarat adalah haram.
“Sesuai jumhur Ulama,
Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah, Zhahiriyyah, sedangkan Imam Malik
menyatakan kehalalannya jika ada manfaat dan tidak membahayakan,” tuntasnya.
Fatwa MUI ini disahkan
pada 2012. Fatwa ditandatangani Prof. DR Hasanuddin AF selaku Ketua Komisi
Fatwa.
“Agar setiap muslim
dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak
untuk menyebarluaskan fatwa ini,” tuntasnya.
Kepiting dan Tutut
Ni’am juga menjelaskan
bahwa bekicot memang diharamkan, namun tutut dan sejenis kepiting masih halal
dikonsumsi. Bekicot adalah jenis hewan yang hidup hasyarat yakni hewan
melata. Berdasarkan dalil dan rujukan mayoritas kaum ulama Fikih, hewan itu
jelas haram. Sedangkan tutut (Keong/ Bellamya Javanica / Viviparus Javanica)
adalah hewan yang mirip dengan bekicot, namun hidupnya berasal dari air.
“Tutut itu masuk dalam
kategori hewan air, itu boleh karena habitat asalnya di air. Kecuali dia
memiliki habitat air dan darat,” ujarnya
Lebih lanjut, Asrorun
menekankan bahwa tak semua hewan yang haram dimakan maka sifatnya najis.
Bekicot adalah salah satunya. “Jadi kalau untuk kepentingan obat, air lendirnya
masih boleh. Tidak bersifat najis,” tegasnya.
Selain tutut, doktor
hukum Islam ini juga memberi penjelasan soal kepiting dan rajungan serta hewan
sejenis itu. Menurut MUI, kepiting dan rajungan adalah hewan yang habitat
asalnya dari air laut. Hewan itu bisa bertahan di darat, namun waktunya
terbatas.
“Sekalipun kuat hidup
di darat untuk sementara waktu bila ada persediaan air,” terangnya.
Fatwa MUI ini disahkan
pada 2012. Fatwa ditandatangani Prof DR Hasanuddin AF selaku Ketua Komisi
Fatwa. (bilal/dtk/arrahmah.com)
-
See more at:
http://www.arrahmah.com/news/2013/03/20/mui-fatwakan-haram-bekicot-halalkan-kepiting-dan-tutut.html#sthash.leYQ61jt.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar